Welcome

WELCOME TO MY BLOG...
HOPE USE FULL
Http://amaliakusyanti.blogspot.com

Selasa, 06 Juli 2010

Makna Jilbab yang Sesungguhnya

Dewasa ini kita melihat banyak kaum muslimah yang tidak berjilbab dan
apabila ada yang berjilbab bukan dengan tujuan untuk menutup
aurat-aurat mereka akan tetapi dengan tujuan mengikuti mode, agar lebih
anggun dan alasan lainnya. Sehingga mereka walaupun berjilbab tetapi
masih memperlihatkan bentuk tubuh mereka dan mereka masih ber-tasyabbuh
kepada orang kafir. Tidak hanya itu mereka menghina wanita
muslimah yang mengenakan jilbab yang syar’i, dengan mengatakan itu
pakaian orang kolot, pakaian orang radikal, dan mereka mengatakan
jilbab (yang syar’i) adalah budaya arab yang sudah ketinggalan zaman,
serta banyak lagi ejekan-ejekan yang tidak pantas keluar dari mulut
seorang muslim.
Hal ini karena kejahilan dan ketidak pedulian
mereka untuk mencari ilmu tentang pakaian wanita muslimah yang syar’i.
Untuk itu pada edisi ini kami berusaha berbagi ilmu mengenai Jilbab
Wanita Muslimah yang sesuai dengan tuntunan syari’at, artikel ini bukan
saja khusus untuk kaum hawa, namun para ikhwan, bapak, kakek juga
berkewajiban untuk mempelajarinya dan memahami serta mengamalkannya
dengan cara mengajak saudari-saudari kita yang berada dibawah tanggung
jawabnya dan sekitarnya.

MELIPUTI SELURUH BADAN SELAIN YANG DIKECUALIKAN
Syarat ini terdapat dalam Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam surat An-Nuur ayat 31, yang artinya: “Katakanlah
kepada wanita yang beriman.Hendaklah mereka menahan pandangan mereka
dan memelihara kemaluan mereka dan janganlah mereka menampakkan
perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari mereka. Dan hendaklah
mereka menutupkan kain kudung ke dada mereka, dan janganlah menampakkan
perhiasan mereka, kecuali kepada suami mereka atau ayah mereka atau
ayah suami mereka (mertua) atau putra-putra mereka atau putra-putra
suami mereka atau saudara-saudara mereka (kakak dan adiknya) atau
putra-putra saudara laki-laki mereka atau putra-putra saudara perempuan
mereka (keponakan) atau wanita-wanita Islam atau budak-budak yang
mereka miliki atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai
keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti aurat
wanita…”

Juga Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam surat Al-Ahzab ayat 59, yang artinya: “Hai
Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan
istri-istri orang mumin: “Hendaklah mereka mengulurkann jilbabnya ke
seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah
dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata dalam Tafsirnya: “Janganlah kaum
wanita menampakkan sedikitpun dari perhiasan mereka kepada pria-pria
ajnabi (yang bukan mahram/halal nikah), kecuali yang tidak mungkin
disembunyikan.” Ibnu Masud berkata : Misalnya selendang dan kain
lainnya. “Maksudnya adalah kain kudung yang biasa dikenakan oleh wanita
Arab di atas pakaiannya serat bagian bawah pakiannya yang tampak, maka
itu bukan dosa baginya, karena tidak mungkin disembunyikan.”

Al-Qurthubi berkata: Pengecualian itu adalah pada wajah dan telapak
tangan. Yang menunjukkan hal itu adalah apa yang diriwayatkan oleh Abu
Daud dari Aisyah bahwa Asma binti Abu Bakr menemui Rasulullah shalallohu ‘alahi wa sallam sedangkan ia memakai pakaian tipis. Maka Rasulullah berpaling darinya dan berkata kepadanya : “Wahai
Asma ! Sesungguhnya jika seorang wanita itu telah mencapai masa haid,
tidak baik jika ada bagian tubuhnya yang terlihat, kecuali ini.”
Kemudian beliau menunjuk wajah dan telapak tangannya. Semoga Allah
memberi Taufik dan tidak ada Rabb selain-Nya.”

BUKAN SEBAGAI PERHIASAN
Ini berdasarkan Firman Allah Ta’ala dalam surat An-Nuur ayat 31, yang artinya: “Dan janganlah kaum wanita itu menampakkan perhiasan mereka.” Secara
umum kandungan ayat ini juga mencakup pakaian biasa jika dihiasi dengan
sesuatu, yang menyebabkan kaum laki-laki melirikkan pandangan kepadanya.

Hal ini dikuatkan oleh Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam surat Al-Ahzab ayat 33, yang artinya: “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti oang-orang jahiliyah.”
Juga berdasarkan sabda Nabi shalallohu ‘alahi wa sallam: “Ada
tida golongan yang tidak akan ditanya yaitu, seorang laki-laki yang
meninggalkan jamaah kaum muslimin dan mendurhakai imamnya (penguasa)
serta meninggal dalam keadaan durhaka, seorang budak wanita atau
laki-laki yang melarikan diri (dari tuannya) lalu ia mati, serta
seorang wanita yang ditinggal oleh suaminya, padahal suaminya telah
mencukupi keperluan duniawinya, namun setelah itu ia bertabarruj.
Ketiganya itu tidak akan ditanya.” (Ahmad VI/19; Al-Bukhari dalam
Al-Adab Al-Mufrad).

Tabarruj adalah perilaku wanita yang menampakkan perhiasan dan
kecantikannya serta segala sesuatu yang wajib ditutup karena dapat
membangkitkan syahwat laki-laki. (Fathul Bayan VII/19).

KAINNYA TIDAK TRANSPARAN
Sebab yang namanya menutup itu tidak akan terwujud kecuali tidak
trasparan. Jika transparan, maka hanya akan mengundang fitnah (godaan)
dan berarti menampakkan perhiasan. Dalam hal ini Rasulullah telah
bersabda : “Pada akhir umatku nanti akan ada wanita-wanita yang
berpakain namun (hakekatnya) telanjang. Di atas kepala mereka seperti
punuk unta. Kutuklah mereka karena sebenarnya mereka adalah kaum wanita
yang terkutuk.”
(At-Thabrani Al-Mujamusshaghir : 232).

Di dalam hadits lain terdapat tambahan yaitu : “Mereka tidak
akan masuk surga dan juga tidak akan mencium baunya, padahal baunya
surga itu dapat dicium dari perjalanan sekian dan sekian.”
(HR.Muslim).

Ibnu Abdil Barr berkata : “Yang dimaksud oleh Nabi adalah kaum
wanita yang mengenakan pakaian yang tipis, yang dapat mensifati
(menggambarkan) bentuk tubuhnya dans tidak dapat menutup atau
menyembunyikannya. Mereka itu tetap berpakaian namanya, akan tetapi
hakekatnya telanjang.”
( Tanwirul Hawalik III/103).

Dari Abdullah bin Abu Salamah, bahawsanya Umar bin Al-Khattab pernah
memakai baju Qibtiyah (jenis pakaian dari Mesir yang tipis dan berwarna
putih) kemudian Umar berkata : “Jangan kamu pakaikan baju ini
untuk istri-istrimu !. Seseorang kemudian bertanya : Wahai Amirul
Muminin, Telah saya pakaikan itu kepada istriku dan telah aku lihat di
rumah dari arah depan maupun belakang, namun aku tidak melihatnya
sebagai pakaian yang tipis !. Maka Umar menjawab : Sekalipun tidak
tipis,namun ia menggambarkan lekuk tubuh.”
(H.R. Al-Baihaqi II/234-235).

HARUS LONGGAR (TIDAK KETAT) SEHINGGA TIDAK DAPAT MENGGAMBARKAN SESUATU DARI TUBUHNYA
Usamah bin Zaid pernah berkata: Rasulullah shalallohu ‘alahi wa sallam pernah
memberiku baju Qibtiyah yang tebal yang merupakan baju yang dihadiahkan
oleh Dihyah Al-Kalbi kepada beliau. Baju itu pun aku pakaikan pada
istriku. Nabi bertanya kepadaku: “Mengapa kamu tidak mengenakan
baju Qibtiyah ?” Aku menjawab : Aku pakaikan baju itu pada istriku.
Nabi lalu bersabda : “Perintahkan ia agar mengenakan baju dalam di
balik Qibtiyah itu, karena saya khawatir baju itu masih bisa
menggambarkan bentuk tulangnya.”
(Ad-Dhiya Al-Maqdisi : Al-Hadits Al-Mukhtarah I/441).

Aisyah pernah berkata: ” Seorang wanita dalam shalat harus
mengenakan tiga pakaian : Baju, jilbab dan khimar. Adalah Aisyah pernah
mengulurkan izar-nya (pakaian sejenis jubah) dan berjilbab dengannya
(Ibnu Sad VIII/71). Pendapat yang senada juga dikatakan oleh Ibnu Umar
: Jika seorang wanita menunaikan shalat, maka ia harus mengenakan
seluruh pakainnya : Baju, khimar dan milhafah (mantel)”
(Ibnu Abi Syaibah: Al-Mushannaf II:26/1).

TIDAK DIBERI WEWANGIAN ATAU PARFUM
Dari Abu Musa Al-Asyari bahwasannya ia berkata: Rasulullah shalallohu ‘alahi wa sallam bersabda: “Siapapun
wanita yang memakai wewangian, lalu ia melewati kaum laki-laki agar
mereka mendapatkan baunya, maka ia adalah pezina.”
(Al-Hakim II/396 dan disepakati oleh Adz-Dzahabi).

Dari Zainab Ats-Tsaqafiyah bahwasannya Nabi bersabda shalallohu ‘alahi wa sallam: “Jika
salah seorang diantara kalian (kaum wanita) keluar menuju masjid, maka
jangan sekali-kali mendekatinya dengan (memakai) wewangian.”
(Muslim dan Abu Awanah).

Dari Musa bin Yasar dari Abu Hurairah: Bahwa seorang wanita
berpapasan dengannya dan bau wewangian tercium olehnya. Maka Abu
Hurairah berkata : Wahai hamba Allah ! Apakah kamu hendak ke masjid ?
Ia menjawab : Ya. Abu Hurairah kemudian berkata : Pulanglah saja, lalu
mandilah ! karena sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah bersabda
: “Jika seorang wanita keluar menuju masjid sedangkan bau
wewangian menghembus maka Allah tidak menerima shalatnya, sehingga ia
pulang lagi menuju rumahnya lalu mandi.”
(Al-Baihaqi III/133).

Alasan pelarangannya sudah jelas, yaitu bahwa hal itu akan membangkitkan nafsu birahi. Ibnu Daqiq Al-Id berkata : “Hadits
tersebut menunjukkan haramnya memakai wewangian bagi wanita yang hendak
keluar menuju masjid, karena hal itu akan dapat membangkitkan nafsu
birahi kaum laki-laki”
(Al-Munawi : Fidhul Qadhir).

Syaikh Albani mengatakan: Jika hal itu saja diharamkan bagi
wanita yang hendak keluar menuju masjid, lalu apa hukumnya bagi yang
hendak menuju pasar, atau tempat keramaian lainnya ? Tidak diragukan
lagi bahwa hal itu jauh lebih haram dan lebih besar dosanya. Berkata
Al-Haitsami dalam AZ-Zawajir II/37 “Bahwa keluarnya seorang wanita
dari rumahnya dengan memakai wewangian dan berhias adalah termasuk
perbuatan dosa besar meskipun suaminya mengizinkan”.

TIDAK MENYERUPAI PAKAIAN LAKI-LAKI
Karena ada beberapa hadits shahih yang melaknat wanita yang
menyerupakan diri dengan kaum pria, baik dalam hal pakaian maupun
lainnya. Dari Abu Hurairah berkata: “Rasulullah melaknat pria yang memakai pakaian wanita dan wanita yang memakai pakaian pria” (Al-Hakim IV/19 disepakati oleh Adz-Dzahabi).

Dari Abdullah bin Amru yang berkata: Saya mendengar Rasulullah shalallohu ‘alahi wa sallam bersabda: “Tidak
termasuk golongan kami para wanita yang menyerupakan diri dengan kaum
pria dan kaum pria yang menyerupakan diri dengan kaum wanita.”
(Ahmad II/199-200)

Dari Ibnu Abbas yang berkata: Nabi shalallohu ‘alahi wa sallam melaknat kaum pria yang bertingkah kewanita-wanitaan dan kaum wanita yang bertingkah kelaki-lakian. Beliau bersabda : “Keluarkan
mereka dari rumah kalian. Nabi pun mengeluarkan si fulan dan Umar juga
mengeluarkan si fulan.” Dalam lafadz lain : “Rasulullah melaknat kaum
pria yang menyerupakan diri dengan kaum wanita dan kaum wanita yang
menyerupakan diri dengan kaum pria.”
(Al-Bukhari X/273-274).

Dari Abdullah bin Umar, Rasulullah shalallohu ‘alahi wa sallam bersabda: “Tiga
golongan yang tidak akan masuk surga dan Allah tidak akan memandang
mereka pada hari kiamat; Orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya,
wanita yang bertingkah kelaki-lakian dan menyerupakan diri dengan
laki-laki dan dayyuts (orang yang tidak memiliki rasa cemburu).”
( Al-Hakim I/72 dan IV/146-147 disepakati Adz-Dzahabi).

Dalam hadits-hadits ini terkandung petunjuk yang jelas
mengenai diharamkannya tindakan wanita menyerupai kaum pria, begitu
pula sebaiknya. Ini bersifat umum, meliputi masalah pakaian dan
lainnya, kecuali hadits yang pertama yang hanya menyebutkan hukum dalam
masalah pakaian saja.

TIDAK MENYERUPAI PAKAIAN WANITA-WANITA KAFIR
Syariat Islam telah menetapkan bahwa kaum muslimin (laki-laki
maupun perempuan) tidak boleh bertasyabuh (menyerupai) kepada
orang-orang kafir, baik dalam ibadah, ikut merayakan hari raya, dan
berpakain khas mereka. Dalilnya Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala surat Al-Hadid ayat 16, yang artinya : “Belumkah
datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka
mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka)
dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah
diturunkan Al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang
atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara
mereka adalah orang-orang yang fasik.”

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala  dalam surat Al-Hadid ayat 16, yang artinya: “Janganlah mereka seperti…” merupakan
larangan mutlak dari tindakan menyerupai mereka, di samping merupakan
larangan khusus dari tindakan menyerupai mereka dalam hal membatunya
hati akibat kemaksiatan (Al-Iqtidha… hal. 43).

Ibnu Katsir berkata ketika menafsirkan ayat ini (IV/310): Karena itu Allah Subhanahu Wa Ta’ala melarang orang-orang beriman menyerupai mereka dalam perkara-perkara pokok maupun cabang. Allah berfirman : Artinya: “Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu katakan (kepada
Muhammad).“Raaina” tetapi katakanlah “Unzhurna” dan dengarlah. Dan bagi
orang-orang yang kafir siksaan yang pedih”
(Q.S. Al-baqarah:104).

Lebih lanjut Ibnu Katsir berkata dalam tafsirnya (I/148):
Allah melarang hamba-hamba-Nya yang beriman untuk mnyerupai
ucapan-ucapan dan tindakan-tindakan orang-orang kafir. Sebab,
orang-orang Yahudi suka menggunakan plesetan kata dengan tujuan
mengejek. Jika mereka ingin mengatakan “Dengarlah kami” mereka mengatakan “Raaina” sebagai plesetan kata “ruunah” (artinya
ketotolan) sebagaimana firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 46. Allah
juga telah memberi tahukan dalam surat Al-Mujadalah ayat 22, bahwa
tidak ada seorang mu’min yang mencintai orang-orang kafir. Barangsiapa
yang mencintai orang-orang kafir, maka ia bukan orang mu’min, sedangkan
tindakan menyerupakan diri secara lahiriah merupakan hal yang dicurigai
sebagai wujud kecintaan, oleh karena itu diharamkan.

BUKAN PAKAIAN SYUHRAH (UNTUK MENCARI POPULARITAS)
Berdasarkan hadits Ibnu Umar, Rasulullah shalallohu ‘alahi wa sallam bersabda: “Barangsiapa
menge nakan pakaian (libas) syuhrah di dunia, niscaya Allah mengenakan
pakaian kehinaan kepadanya pada hari kiamat, kemudian membakarnya
dengan api neraka.”
(Abu Daud II/172).

Syuhrah adalah setiap pakaian yang dipakai dengan tujuan untuk
meraih popularitas di tengah-tengah orang banyak, baik pakain tersebut
mahal, yang dipakai oleh seseorang untuk berbangga dengan dunia dan
perhiasannya, maupun pakaian yang bernilai rendah, yang dipakai oleh
seseorang untuk menampakkan kezuhudannya dan dengan tujuan riya
(Asy-Syaukani: Nailul Authar II/94). Ibnul Atsir berkata : “Syuhrah
artinya terlihatnya sesuatu. Maksud dari Libas Syuhrah adalah
pakaiannya terkenal di kalangan orang-orang yang mengangkat
pandangannya mereka kepadanya. Ia berbangga terhadap orang lain dengan
sikap angkuh dan sombong.”
wallahu ‘alam.

(Dikutip dari: Kitab Jilbab Al-Mar’ah Al-Muslimah fil Kitabi was Sunnah, Asy-Syaikh Al-Albani)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar